Jakarta, Padek—Rapat kerja (raker) Komisi X DPR dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh terkait ujian nasional (UN) kemarin (26/4), berlangsung panas. Hujan hujatan dan kritikan terus dilontarkan anggota parlemen kepada kementerian. Ujungnya, DPR meminta nilai UN 2013 dibatalkan dan tidak dijadikan patokan kelulusan siswa.
Kritikan keras di antaranya diutarakan anggota Komisi X Reni Marlina. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu meminta Kemendikbud secara resmi membatalkan nilai UN 2013. “Karena semua ketentuan dalam SOP (standard operational procedure) UN 2013 sudah tidak dipatuhi,” katanya. Mulai dari ujian tidak serempak, hingga penggunaan naskah ujian dari hasil fotokopian.
Menurut Reni, Kemendikbud tidak perlu terlalu membesar-bersarkan potensi kekacauan nasional jika nilai UN 2013 dibatalkan. Dia menerangkan, kriteria kelulusan itu ada empat faktor. Yakni, menuntaskan studi selama tiga tahun, mendapatkan nilai minimal baik (baik) untuk mata pelajaran agama, olahraga, dan kewarganegaraan, serta lulus ujian sekolah dan UN.
“Jadi jika nilai UN dibatalkan, masih banyak kriteria kelulusan siswa,” paparnya. Reni juga mengkritisi Kemendikbud tidak menjalankan hasil kesepakatan 2010 silam. Waktu itu ditetapkan bahwa porsi nilai UN sebagai penentu kelulusan berangsur surut setiap tahunnya. Mulai dari 60 persen, 50 persen, dan seterusnya. “Tetapi, nyatanya porsi nilai UN sampai saat ini tetap 60 persen.”
Anggota Komisi X lainnya, Dedi Gumelar juga meminta nilai UN 2013 tidak dipakai untuk kelulusan siswa. Dia mengatakan, kebijakan ini sekaligus menjadi konsekuensi atas kacaunya pelaksanaan UN 2013. “Panitia jangan hanya tegas ketika ada siswa mencontek. Tetapi kalau panitianya kacau, harus ada konsekuensinya,” papar dia.
Dedi menyebutkan tahun ini ada siasat buruk dari sekolah menghadapi UN yang terdiri dari 20 variasi soal. “Dari surat seorang guru masuk ke saya, sekolah telah ramai-ramai menaikkan nilai rapor,” paparnya. Pengatrolan nilai rapor ini digunakan untuk berjaga-jaga bila nilai UN siswa jelek.
Dari paparan Kemendikbud memang nilai rapor siswa peserta UN, khususnya SMA tergolong tinggi-tinggi. Setelah direkapitulasi, rata-rata nilai rapor siswa mencapai 8,46 untuk rumpun IPA dan 8,40 untuk rumpun IPS. “Jadi, sudah tidak bisa lagi untuk benar-benar memetakan kemampuan siswa bila ternyata sudah diutak-atik nilai rapornya,” kata dia.
Keputusan dipakai atau tidak nilai UN 2013, saat ini ada di tangan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Di sela rapat, Nuh meminta Kepala BSNP Aman Wirakartakusumah menjelaskan keabsahan nilai UN kepada DPR. Sayangnya, sebelum ada penjelasan balik dari pihak pemerintah maupun BSNP, rapat diskors untuk Shalat Maghrib dan makan malam.
Di luar ruang rapat, Aman mengatakan, masukan dari DPR untuk membatalkan nilai UN 2013, khususnya SMA akan dikaji. “Pimpinan BSNP itu bersifat kolektif kolegial. Jumlahnya ada 12 orang,” katanya. Karena anggota BSNP yang mengikuti rapat tadi malam tidak komplet, Aman menuturkan, belum bisa mengambil keputusan.
Intinya, dia harus melihat dulu pola jawaban UN 2013, khususnya di 11 provinsi yang sempat kacau. Jika dari pengamatan pola jawaban itu ada keganjilan, misalnya angka ketidaklulusan tinggi, bisa dikeluarkan kebijakan pembatalan nilai UN. “Jadi, kami mohon untuk BSNP melihat dulu pola jawaban dan nilai UN secara keseluruhan,” katanya lantas meminta izin untuk shalat.
Di bagian lain, Nuh masih ngotot tidak akan membatalkan nilai UN. “Sekarang bayangkan, ada 22 provinsi yang UN-nya lancar masak harus dibatalkan juga,” katanya.
Untuk 11 provinsi? “Di 11 provinsi itu (pelaksanaan UN-nya, red) juga ada yang lancar,” paparnya. Dia menuturkan, Kemendikbud memang menghadapi tekanan dari masyarakat membatalkan nilai UN 2013. Namun, dia mengatakan, kebijakan yang sangat vital itu tidak bisa ditetapkan dalam rapat singkat.
Penggunaan istilan bencana yang sering dipakai Nuh juga mendapat kritikan dari DPR. Menurut sejumlah anggota DPR, kacaunya UN 2013 bukan bencana. Tetapi, kelalaian yang sejatinya bisa diantisipasi. Apalagi menurut sejumlah informasi di lingkungan Kemendikbud, gejala amburadulnya UN 2013 sudah tercium H-10 ujian.
0 komentar:
Posting Komentar